Pakaian compang-camping
Kaki yang tak beralas
Sekantong sampah dipundakku
Bau busuk disekelilingiku
Tak peduli panas membakar tubuhku
Tak peduli hujan dan petir mehampiriku
Sekali pun angin topan meniup kencang raga ini
Aku terus melangkahkan kakiku
Mencari tong sampah
Bagaikan kucing merombak sampah
Demi sesuap nasi
Di tengah-tengah kehidupan yang keras
Setiap jalan yang kususuri
Berbagai mata menatap driku
Dengan tatapan menjijikan
Seolah-olah aku sebuah kotoran
Aku seorang berhati baja
Tak peduli pemikiran orang
Aku tak akan pernah menyerah
Mennghadapi kehidupan yang kejam
Sekar.com
Kamis, 01 Agustus 2013
Rabu, 20 Maret 2013
Arti Mimpi Dalam Secarik Kertas
Pada pukul 19.00 akan di adakan pesta di rumah Yeyen. Ia menghubungi sahabatnya untuk datang ke pestanya. Ia berharap sahabatnya akan datang.
Yeyen : Hei teman-teman, nanti malam jangan lupa datang ke pestaku! Yah, walaupun hanya pesta
kecil-kecillan (sambil menelepon)
Semua : Okey
Mereka datang mengenakan gaun yang mewah, kalung yang menghiasi lehar, anting-anting yang menari-menari, gelang yang mengililingi tangan dan sepatu yang memperindah kaki. Mereka tampak cantik bagaikan bidadari datang dari surga. Senyuman kebahagian selalu hadir dalam pesta tersebut, canda tawa tak lupa ikut serta. Pesta ini merupakan kebahagian bagi para sahabat ini. Banyak yang dilakukan pesta ini seperti karauke, menari, dsb. Akan tetapi, terasa ada yang kurang ternyata lisa belum ada di pesta ini. Tak lama kemudian terdengar suara ketukkan pintu “tok...tok...tok...”
Lisa: Yen, maaf aku terlambat karena di jalan sangat macet
Yeyen: Nda apa-apa kok lisa, santai aja ini kan pesta untuk kita
Lisa: Yen kenapa yang datang hanya sedikit orang?
Yenyen: Karena pesta ini hanya untuk sahabatku. Ayo masuk!
Loli: (mendengarkan suara merdunya melalui karauke)
Epi dan Ratih: (memperlihatkan keahlian dalam menari)
Anisa dan Helena: (bercakap-cakap membicarakan hal-hal yang menyenangkan sambil makan kue yang lezat)
Yenyen: (mengambil minuman dan duduk di sebelah helena)
Helena: Hai lisa, kenapa baru datang?
Lisa: Karena tadi di jalan sangat macet (wajah rasa bersalah menghiasinya, ia pun mengambil tempat duduk yang terdekat)
Epi: eh, ternyata lisa sudah datang yah! (mencari tempat duduk terdekat diikuti Ratih dan Loli)
Lisa: ya begitulah
Yeyen: Aku senang sekali kalian bisa datang ke pestaku!
Ratih: Bukan hanya kamu yang senang tapi, kami semua senang bisa datang dan pesta ini sangat mengasikkan. Pokoknya pesta ini sangat wow! Kalian setuju kan?
Semua: Setuju (serentak)
Loli: Teman-teman, kita kan BBF atau BEST FRIEND FOREVER yang berarti kita akan selalu bersama selamanya.
Anisa: Iya betul kata Loli karena, BEST FRIEND FOREVER dalam kamus bahasa inggris itu artinya teman terbaik selamanya. Definisi teman dalam kamus besar bahasa Indonesia ialah kawan, sahabat dekat,handai, orang yang berjalan bersama-sama, tempat untuk bercakap-cakap, terbaik artinya paling baik sedangkan, selamanya artinya selalu. Jadi, kita akan menjadi teman yang paling baik untuk selamanya sampai akhir hayat.
Semua: hahahahahaha...nisa...nisa... (mengeleng-geleng kepala)
Helena: Kalian dengar nggak ada suara ? (raut wajah yang binggung)
Semua: (saling bertatap muka dan tak mengerti)
TING....TING......TING..................
Suara alarm yang merdu membangunkan ketujuh sahabat dari alam mimpi.
Ratih : (terkejut dan jatuh dari kursih)
Yeyen: (menguap dan bingung mencari jam weker)
Lisa: (menguap dan berbalik)
Anisa: rumus bilangan deret arimatika ialah n/2(2a+(n-1)b) (kepala ke bentur di atas meja dan mengucapkan kata gak jelas)
Loli: (menguap sambil mengucek mata)
Helena: (berbalik sambil mencari jam weker)
Pagi itu epi terbangun oleh suara deringan telepon dari pacarnya .
Epi : (menguap sambil mencari handphone lalu mengangkatnya)
Ian: Pagi sayang!
Epi: Pagi juga sayang!
Ian: Loh suaranya kok kayak baru bangun tidur
Epi: iya aku baru bangun tidur sayang, Hahahaha
Ian: Terus apa tadi malam tidurnya nyeyak?
Epi: iya, tadi malam sih aku tidur nyeyek tapi aku mimpi sangat aneh sayang. Aku sedih banget bisa mimpi aneh!
Ian: Mimpi kan hanya bunga tidur. Jadi, nggak usah dipikirin nanti sayangku sakit mikirim terus. Lebih baik sayangku pergi mandi dulu nanti kita sambung lagi
Epi: Iya deh (merajuk sambil manyun)
Ian: Bye.... I LOVE U.....
Epi: Bye..... I LOVE U TOO... (Memutuskan sambungan telepon)
Mereka terkejut ketika melihat jam menunjukkan pukul 10:30 dengan secepat kilat mereka bergegas pergi ke tempat Persingahan Kasih Bunda. Tempat Persingahan Kasih Bunda adalah tempat di mana mereka akan mengerjakan artikel tugas kuliah mereka. Anisa, Helena, dan Lisa serius mengerjakan artikel tersebut akan tetapi, Epi, Loli, Ratih dan Yeyen hanya sibuk bercakap-cakap tentang artis yang memimbulkan keributan. Hal tersebut membuat Lisa kesal.
Lisa: Kalian bisa nggak diam sedikit! Nggak lihat kita lagi membuat artikel jadinya, kita nggak bisa konsentrasi karena kalian ribut sih!
Ratih: Mulut-mulut kita terserah kita dong, mau diam atau ribut!
Lisa: Aku bersyukur itu mulut kalian bukan mulut aku. Klau aku sih amit-amit aja punya mulut kayak kalian!
Ratih: Eh, ka...
Bu Jaksa: Kalian di sana diam jangan membuat keributan di sini cepat kalian keluar sekarang! ( mata melotot)
Semua : Maaf bu (keluar dari rumah Persingahan)
Ratih : Ini semua salahnya kamu Lisa! Coba tadi kamu nggak cari ribut dengan kita. Jadinya, kita semua nggak akan di usir dari dalam sana
Lisa: Kamu nyadar dong! Kalau kalian tadi nggak birisik dan bisa diam ini semua tidak akan pernah terjadi!
Helena: ba stts
Epi: Hellow sekarang kamu salahin kita gitu?
Lisa: Hellow kalian nggak punya kaca ya. Ngaca dong kalau kalian tuh yang salah!
Yeyen: Oh... Sekarang kamu berani sama kita?
Lisa: Kita nggak pernah takut sama anak mami kayak kalian
Ratih: Ap...pa.. yang kamu bilang tadi?
Lisa: Kita nggak pernah takut sama anak mami kayak kalian
Ratih: Kamu jangan sembarangan ngomom! Dasar anak kuper, lusu, deso,dan nggak level kayak kalian tuh hanya cocok di benua artatika sana!
Yeyen, Epi, Ratih: hahahahaha
Loli: (menggeleng kepala)
Anisa: Semuanya tolong jangan berantem dan berdebat seperti ini. Karena kata buku yang pernah saya baca berantem dan berdebat tidak bisa menyelesaikan suatu masalah. Untuk menyelesaikan suatu masalah harus dibicarakan dengan kepala dingin. Kalau kalian lagi panas percuma karena tidak bisa menyelesaikan apa-apa han..
Ratih: Hei kamu kutu buku diam saja, jangan sok tahu! Emangnya dengan bukumu itu kamu bisa tahu segalanya!
Anisa: Maaf
Lisa: Kamu jangan minta maaf sama dia. Kamu tuh tidak salah sama sekali.
Ratih: Apa katamu dia nggak salah. Hahhaha. Tentu, dia bersalah karena sok tahu masalah kita
Lisa: seharusnya kamu dengar apa kata anisa dan sadar kalau kamu tuh salah
Nenek tua memengang cakul dan memakai topi menghampiri kami.
Nenek: cu..cu... jangan berantem cu!
Epi: Nenek, lebih baik pergi sana!
Anisa: Kata buku yang pernah ku baca kita sebagai anak mudah harus menghormati orang yang lebih tua.
Loli: Untuk kali ini aku setuju sama anisa. Jadi, kita semua harus menghormati nenek ini!
Nenek: Cu kalian nggak boleh berkelahi terus , Kalian harus ada kebersamaan karena banyak manfaat dari kebersamaan tersebut dan kalian akan merasakan kebersamaan itu di suatu tempat.
Sehelai kertas terjatuh
Loli: Nek kertasnya jatuh!
Nenek: (berjalan terus tana berbalik ke belakang)
Ratih: Itu kertas apa?
Loli: Aku juga nggak tau
Yeyen: Loli ayo buka buat penasaran saja!
Loli : (membuka sehelai kertas tersebut) ternyata ini peta yang menunjukkan arah ke mata air
Epi : Mungkin ini ada kaitannya dengan perkataan nenek tadi?
Loli : Aku juga nggak tahu pasti
Ratih : Daripada binggung lebih baik kita pergi ke arah yang di tunjukkan peta ini.
Epi, Loli, Yeyen: setuju (berjalan mengikuti arah peta)
Ratih: (berjalan mengikuti arah peta)
Anisa : (maju mengikuti mereka)
Lisa: Apa yang ingin kamu lakukan? (memengan pundak anisa dari belakang)
Anisa: Aku penasaran dengan peta tersebut. Jadi, aku ingin mengikuti mereka
Lisa : Mereka nggak bakalan berhasil karena, mereka hanya anak mami pasti nggak akan tahan ada di dalam hutan
Anisa : Aku tidak perduli. Jadi kalian mau ikut juga atau mau tinggal di sini?
Helena : Aku akan ikut
Lisa : karena kalian ikut aku juga akan pergi
Helena : (berstatus)
Yeyen : Tunggu sebentar! Kalian nggak merasa kalau kita nggak di ikuti
Yeyen, Loli, Epi, Ratih : (menengok ke belakang)
Lisa, Anisa, Helena : (bersembunyi di balik pohon)
Epi : Mungkin Cuma perasan kamu yeyen
Loli : Ayo kita lanjutin perjalanan
Ratih : (sementara diperjalanan) iuuw , ini tempat apaan sih, banyak nyamuknya
Yenyen: Iya bener, tempat apaan nih, jorok, kotor, ayo kita balik aja!
Lisa: (dibalik pohon) Itu kan aku bilang mereka tuh nggak akan berhasil sampai di mata air!
Loli: Kita lanjutin aja perjalanannya ini kan sudah setengah jalan masa kita menyerah! Dan kalian semua pasti masih penasaran dengan kata-kata nenek tadi ?
Helena: (dibalik pohon) Lisa coba kamu lihat ke sana!
Lisa: (berbalik melihat ke arah mereka)
Anisa: Kata buku jangan melihat dari sampulnya. Itu kan pasti mereka bisa!
Ratih : Iuw kok serem banget tempat ini! (melompat-melompat lalu terjatuh)
Yenyen: Awas Ratih!
Ratih : (tergelincir ke jurang) tolong!tolong! Tolong aku!
Epi : Aduh...gi..mana.. nih...gimana....bagaimana kita menolong ratih ? (Panik)
Loli: Udah jangan dulu panik! Ayo kita cari bantuan!
Yenyen: Ini di hutan nggak ada orang yang bisa membantu kita di sini!
Helena : Anisa, Lisa coba kalian lihat ke sana!
Anisa,Lisa,Helena: (berlari menuju kepada ratih)
Lisa: Ayo sini Ratih pengan tanga aku!
Ratih: Apaan anak ini, nggak level banget deh! (dalam hati)
Helena: Ayo lah Ratih, saat-saat seperti ini nggak usah dulu pikirin masalah kalian!
Lisa: Cepat kamu raih tangan kami! Kamu nggak mau kan mati kan!
Anisa: Benar Ratih, Kata buku di saat kita mengalami suatu musibah, kita harus saling membantu walaupun kita bermusuhan. Jadi, ayo pengan tangan kami!
Ratih : sok tau aja anak-anak ini! Tapi aku juga belum mau mati aku kan belum diwisudah ! ya, udah deh aku terimah bantuan mereka (kata dalam hati)
Lisa : Ayo cepat Ratih!
Ratih (meraih tangan lisa, helena, dan anisa)
Epi: kamu nggak apa-apa kan Ratih?
Ratih: Auw sakit banget! Hihihihi (menahan kesakitan)
Loli : Sini aku bantu!
Yenyen:Tunggu..tunggu... kok kalian ada di sini sih?
Epi: Jangan-jangan kalian ikuti kita ya!
Helena: hehehhehe
Lisa: Bdw, Kamu nggak ngucapin terima kasih ke kita?
Ratih : Aduh.... gimana nih masa aku harus berterima kasih kepada orang-orang nggak level! (kata dalam hati)
Lisa: Kamu tuh jadi orang nggak tahu ucapkan terima kasih, dasar anak manja!
Epi: kok kamu hanya diam sih Ratih!
Loli: Udah...udah....sebelum kalian ribut sebaiknya kita lanjutin perjalanan!
Semua: (melanjuti perjalanan)
Ketujuh sahabat itu pun melanjuti perjalanan ke mata air. Setiap perjalanan mereka selalu mengalami berbagai masalah. Terutama Epi, Ratih, Loli dan Yenyen akan tetapi, mereka selalu di tolong oleh Anisa, Lisa, dan Helena. Mereka masih binggun mengapa orang yang mereka selalu hina mau menolong mereka tanpa balasan. Seribu jalan Yang mereka lalui menuju mata air, tak terasa mereka telah dekat mata air.
Yenyen : Suara apaan nih?
Helena : Seperti suara air
Anisa : Semuanya coba lihat ke sini!
Epi : Apa ini?
Anisa : Kata buku yang pernah aku baca ini adalah bambu yang mengalirkan air dari mata air. Coba kalian lihat airnya sangat bersih.
Yenyen: Itu artinya...........
Semua: mata air sudah dekat (berlari menuju mata air)
Akhirnya seribu perjuangan yang mereka raih untuk menuju mata air itu tidak sia-sia. Tanpa mereka sadari, mereka telah berhasil bekerja sama satu sama lain.
Ratih : Wow... Indah sekali........
Yenyen : Airnya bersih sekali!
Anisa : Kata buk yang pernah aku baca Mata air adalah suatu titik di mana air tanah mengalir keluar dari permukaan tanah, yang berarti dengan sendirinya adalah suatu tempat di mana permukaan muka air tanah (akuifer) bertemu dengan permukaan tanah. Bergantung dengan asupan sumber air seperti hujan atau lelehan salju yang menembus bumi, sebuah mata air bersifat ephemeral (intermiten atau kadang-kadang) atau perennial (terus-menerus).
Epi: coba kalian lihat di sini tidak ada apa-apa selain air dan pohon. Kita datang ke sini untuk mencari tahu apa maksud nenek tadi tapi, di sini nggak ada apa-apa! Percuma kan kita datang jauh-jauh datang ke sini!
Mengigat kejadian nenek tadi
#Nenek : kalian akan merasakan kebersamaan itu di suatu tempat.#
Loli : Apa kalian nggak sadar perkataan nenek tentang kita akan merasakan kebersamaan di suatu tempat!
Semua : (merenung)
Nenek : Cucu akhirnya kalian berhasil menciptakan suatu kebersamaan
Semua : (saling bertatap muka dengan tak mengerti)
Nenek: Apa kalian tak sadar dari perjalanan yang kalian lakukan agar bisa tiba di tempat ini. Perjalanan kalian pasti mengalami berbagai rintangan dan tanpa kalian tahu , kalian bisa melupakan permasalahan, ego kalian masing-masing dan saling membantu satu sama lain. di (lalu nenek berjalan meninggalkan bekas kebinggungan di antara mereka)
Ratih : Eh., Kalian jangan harap kita akan mengucapkan terima kasih kepada kalian!
Lisa : Kami juga nggak butuh ucapan terima kasih dari kalian!
Mereka pun berpisah dari tempat itu
6 bulan kemudian
Di sebuah kafe terkumpul empat sahabat yang sedang menikmati minuman dan sambil bercakap-cakap.
Ratih : kalian masih ingat kejadian 6 bulan lalu ?
Loli: Tentu saja, waktu kita ke hutan dan bertemu sih nenek kan?
Epi: Ooo, iya aku ingat!
Yenyen: Setelah di pikir-pikir ada benarnya juga kata nenek itu bahwa kebersamaan itu banyak manfaatnya.
Rathy: iya, aku rasa bersalah selama ini kepada mereka karena aku sering kasar sama mereka padahal mereka orang yang baik.
Loli: ayo kita minta maaf kepada mereka
Epi: Bagaimana caranya ? sedangkan kita tidak tau dimana mereka sekarang.
Yenyen: kita tulis saja di secarik kertas ini.
Loli: benar, kita berempat tulis isi hati kita di secarik kertas ini.
Mereka berempat menulis rasa penyesalan yang mereka perbuat selama ini kepada Anisa,Helena dan Lisa. Seteleh itu mereka pergi dari cafe itu .
Rathy: percuma kita tulis permintaan maaf kita ini karena kita tidak tau mereka ada dimana, dan mereka pun tak akan tau. ( berjalan sambil mengucak secarik kertas itu dan membuangnya)
Epi: ayo kita pergi!
Helena,Anisa dan lisa berjalan sambil bercakap-cakap , Helena tersandung dan dia menemukan secarik ketas yang terkucak dan ia pun penasaran dengan kertas itu.
Helena : Coba kalian lihat ini.
Lisa : apa helena?
Helena : ini secarik kertas yang terkucak yang aku temukan saat aku tersandung.
Anisa: sini aku yang baca,
Untuk : Anisa, Helena, dan Anisa
Tuhan, tolong sampaikan pada mereka, bahwa aku ingin meminta maaf. sampaikan pada mereka, bahwa apapun yang aku lakukan pada mereka, yang membuat mereka merasa tersakiti, aku ingin meminta maaf pada mereka.
Yenyen
Teringat akan kesalahan ku yang lalu dan tak sengaja kepada kalian, sehingga membuat kalian terluka. Mohon maafkan aku.
Loli
Mungkin ku memang tak tau apa salahku.
Mungkin juga ku memang tak menyadari bahwa ku salah pada kalian.
Atau mungkin ku memang tak mengerti tentang apa yang telah aku lakukan kepada kalian.
Tapi ku minta maaf yang sebesar-besarnya kepada kalian.
Mungkin aku bagaikan seseorang yang dapat melihat semut di lautan, tetapi tak dapat melihat gajah di pelupuk mata.
Epi
Ku termenung mengingat kembali kesalahanku yang lalu, dalam hati kecil ini ada secercah penyesalan yang tak berkesudahan. Apakah kalian mau menerima kata sederhana sebagai wujud penyesalanku ini.Kuharap kalian mau MAAFIN aku.
Ratih
Lisa : Selama ini aku hanya tahu mereka hanya lah anak manja yang kasar tapi, tak tahu hati mereka sangat lebih. Aku sama sekali tak menyangka kalau mereka bisa berpikir begitu.
Anisa : Seperti kata pepata lain di lidah, lain di hati.
Helena : Aku yakin jawaban kalian sama seperti di pikiranku.
L,A,H: (berhadapan dan menunjukkan seulas senyum)
Selesai
Yeyen : Hei teman-teman, nanti malam jangan lupa datang ke pestaku! Yah, walaupun hanya pesta
kecil-kecillan (sambil menelepon)
Semua : Okey
Mereka datang mengenakan gaun yang mewah, kalung yang menghiasi lehar, anting-anting yang menari-menari, gelang yang mengililingi tangan dan sepatu yang memperindah kaki. Mereka tampak cantik bagaikan bidadari datang dari surga. Senyuman kebahagian selalu hadir dalam pesta tersebut, canda tawa tak lupa ikut serta. Pesta ini merupakan kebahagian bagi para sahabat ini. Banyak yang dilakukan pesta ini seperti karauke, menari, dsb. Akan tetapi, terasa ada yang kurang ternyata lisa belum ada di pesta ini. Tak lama kemudian terdengar suara ketukkan pintu “tok...tok...tok...”
Lisa: Yen, maaf aku terlambat karena di jalan sangat macet
Yeyen: Nda apa-apa kok lisa, santai aja ini kan pesta untuk kita
Lisa: Yen kenapa yang datang hanya sedikit orang?
Yenyen: Karena pesta ini hanya untuk sahabatku. Ayo masuk!
Loli: (mendengarkan suara merdunya melalui karauke)
Epi dan Ratih: (memperlihatkan keahlian dalam menari)
Anisa dan Helena: (bercakap-cakap membicarakan hal-hal yang menyenangkan sambil makan kue yang lezat)
Yenyen: (mengambil minuman dan duduk di sebelah helena)
Helena: Hai lisa, kenapa baru datang?
Lisa: Karena tadi di jalan sangat macet (wajah rasa bersalah menghiasinya, ia pun mengambil tempat duduk yang terdekat)
Epi: eh, ternyata lisa sudah datang yah! (mencari tempat duduk terdekat diikuti Ratih dan Loli)
Lisa: ya begitulah
Yeyen: Aku senang sekali kalian bisa datang ke pestaku!
Ratih: Bukan hanya kamu yang senang tapi, kami semua senang bisa datang dan pesta ini sangat mengasikkan. Pokoknya pesta ini sangat wow! Kalian setuju kan?
Semua: Setuju (serentak)
Loli: Teman-teman, kita kan BBF atau BEST FRIEND FOREVER yang berarti kita akan selalu bersama selamanya.
Anisa: Iya betul kata Loli karena, BEST FRIEND FOREVER dalam kamus bahasa inggris itu artinya teman terbaik selamanya. Definisi teman dalam kamus besar bahasa Indonesia ialah kawan, sahabat dekat,handai, orang yang berjalan bersama-sama, tempat untuk bercakap-cakap, terbaik artinya paling baik sedangkan, selamanya artinya selalu. Jadi, kita akan menjadi teman yang paling baik untuk selamanya sampai akhir hayat.
Semua: hahahahahaha...nisa...nisa... (mengeleng-geleng kepala)
Helena: Kalian dengar nggak ada suara ? (raut wajah yang binggung)
Semua: (saling bertatap muka dan tak mengerti)
TING....TING......TING..................
Suara alarm yang merdu membangunkan ketujuh sahabat dari alam mimpi.
Ratih : (terkejut dan jatuh dari kursih)
Yeyen: (menguap dan bingung mencari jam weker)
Lisa: (menguap dan berbalik)
Anisa: rumus bilangan deret arimatika ialah n/2(2a+(n-1)b) (kepala ke bentur di atas meja dan mengucapkan kata gak jelas)
Loli: (menguap sambil mengucek mata)
Helena: (berbalik sambil mencari jam weker)
Pagi itu epi terbangun oleh suara deringan telepon dari pacarnya .
Epi : (menguap sambil mencari handphone lalu mengangkatnya)
Ian: Pagi sayang!
Epi: Pagi juga sayang!
Ian: Loh suaranya kok kayak baru bangun tidur
Epi: iya aku baru bangun tidur sayang, Hahahaha
Ian: Terus apa tadi malam tidurnya nyeyak?
Epi: iya, tadi malam sih aku tidur nyeyek tapi aku mimpi sangat aneh sayang. Aku sedih banget bisa mimpi aneh!
Ian: Mimpi kan hanya bunga tidur. Jadi, nggak usah dipikirin nanti sayangku sakit mikirim terus. Lebih baik sayangku pergi mandi dulu nanti kita sambung lagi
Epi: Iya deh (merajuk sambil manyun)
Ian: Bye.... I LOVE U.....
Epi: Bye..... I LOVE U TOO... (Memutuskan sambungan telepon)
Mereka terkejut ketika melihat jam menunjukkan pukul 10:30 dengan secepat kilat mereka bergegas pergi ke tempat Persingahan Kasih Bunda. Tempat Persingahan Kasih Bunda adalah tempat di mana mereka akan mengerjakan artikel tugas kuliah mereka. Anisa, Helena, dan Lisa serius mengerjakan artikel tersebut akan tetapi, Epi, Loli, Ratih dan Yeyen hanya sibuk bercakap-cakap tentang artis yang memimbulkan keributan. Hal tersebut membuat Lisa kesal.
Lisa: Kalian bisa nggak diam sedikit! Nggak lihat kita lagi membuat artikel jadinya, kita nggak bisa konsentrasi karena kalian ribut sih!
Ratih: Mulut-mulut kita terserah kita dong, mau diam atau ribut!
Lisa: Aku bersyukur itu mulut kalian bukan mulut aku. Klau aku sih amit-amit aja punya mulut kayak kalian!
Ratih: Eh, ka...
Bu Jaksa: Kalian di sana diam jangan membuat keributan di sini cepat kalian keluar sekarang! ( mata melotot)
Semua : Maaf bu (keluar dari rumah Persingahan)
Ratih : Ini semua salahnya kamu Lisa! Coba tadi kamu nggak cari ribut dengan kita. Jadinya, kita semua nggak akan di usir dari dalam sana
Lisa: Kamu nyadar dong! Kalau kalian tadi nggak birisik dan bisa diam ini semua tidak akan pernah terjadi!
Helena: ba stts
Epi: Hellow sekarang kamu salahin kita gitu?
Lisa: Hellow kalian nggak punya kaca ya. Ngaca dong kalau kalian tuh yang salah!
Yeyen: Oh... Sekarang kamu berani sama kita?
Lisa: Kita nggak pernah takut sama anak mami kayak kalian
Ratih: Ap...pa.. yang kamu bilang tadi?
Lisa: Kita nggak pernah takut sama anak mami kayak kalian
Ratih: Kamu jangan sembarangan ngomom! Dasar anak kuper, lusu, deso,dan nggak level kayak kalian tuh hanya cocok di benua artatika sana!
Yeyen, Epi, Ratih: hahahahaha
Loli: (menggeleng kepala)
Anisa: Semuanya tolong jangan berantem dan berdebat seperti ini. Karena kata buku yang pernah saya baca berantem dan berdebat tidak bisa menyelesaikan suatu masalah. Untuk menyelesaikan suatu masalah harus dibicarakan dengan kepala dingin. Kalau kalian lagi panas percuma karena tidak bisa menyelesaikan apa-apa han..
Ratih: Hei kamu kutu buku diam saja, jangan sok tahu! Emangnya dengan bukumu itu kamu bisa tahu segalanya!
Anisa: Maaf
Lisa: Kamu jangan minta maaf sama dia. Kamu tuh tidak salah sama sekali.
Ratih: Apa katamu dia nggak salah. Hahhaha. Tentu, dia bersalah karena sok tahu masalah kita
Lisa: seharusnya kamu dengar apa kata anisa dan sadar kalau kamu tuh salah
Nenek tua memengang cakul dan memakai topi menghampiri kami.
Nenek: cu..cu... jangan berantem cu!
Epi: Nenek, lebih baik pergi sana!
Anisa: Kata buku yang pernah ku baca kita sebagai anak mudah harus menghormati orang yang lebih tua.
Loli: Untuk kali ini aku setuju sama anisa. Jadi, kita semua harus menghormati nenek ini!
Nenek: Cu kalian nggak boleh berkelahi terus , Kalian harus ada kebersamaan karena banyak manfaat dari kebersamaan tersebut dan kalian akan merasakan kebersamaan itu di suatu tempat.
Sehelai kertas terjatuh
Loli: Nek kertasnya jatuh!
Nenek: (berjalan terus tana berbalik ke belakang)
Ratih: Itu kertas apa?
Loli: Aku juga nggak tau
Yeyen: Loli ayo buka buat penasaran saja!
Loli : (membuka sehelai kertas tersebut) ternyata ini peta yang menunjukkan arah ke mata air
Epi : Mungkin ini ada kaitannya dengan perkataan nenek tadi?
Loli : Aku juga nggak tahu pasti
Ratih : Daripada binggung lebih baik kita pergi ke arah yang di tunjukkan peta ini.
Epi, Loli, Yeyen: setuju (berjalan mengikuti arah peta)
Ratih: (berjalan mengikuti arah peta)
Anisa : (maju mengikuti mereka)
Lisa: Apa yang ingin kamu lakukan? (memengan pundak anisa dari belakang)
Anisa: Aku penasaran dengan peta tersebut. Jadi, aku ingin mengikuti mereka
Lisa : Mereka nggak bakalan berhasil karena, mereka hanya anak mami pasti nggak akan tahan ada di dalam hutan
Anisa : Aku tidak perduli. Jadi kalian mau ikut juga atau mau tinggal di sini?
Helena : Aku akan ikut
Lisa : karena kalian ikut aku juga akan pergi
Helena : (berstatus)
Yeyen : Tunggu sebentar! Kalian nggak merasa kalau kita nggak di ikuti
Yeyen, Loli, Epi, Ratih : (menengok ke belakang)
Lisa, Anisa, Helena : (bersembunyi di balik pohon)
Epi : Mungkin Cuma perasan kamu yeyen
Loli : Ayo kita lanjutin perjalanan
Ratih : (sementara diperjalanan) iuuw , ini tempat apaan sih, banyak nyamuknya
Yenyen: Iya bener, tempat apaan nih, jorok, kotor, ayo kita balik aja!
Lisa: (dibalik pohon) Itu kan aku bilang mereka tuh nggak akan berhasil sampai di mata air!
Loli: Kita lanjutin aja perjalanannya ini kan sudah setengah jalan masa kita menyerah! Dan kalian semua pasti masih penasaran dengan kata-kata nenek tadi ?
Helena: (dibalik pohon) Lisa coba kamu lihat ke sana!
Lisa: (berbalik melihat ke arah mereka)
Anisa: Kata buku jangan melihat dari sampulnya. Itu kan pasti mereka bisa!
Ratih : Iuw kok serem banget tempat ini! (melompat-melompat lalu terjatuh)
Yenyen: Awas Ratih!
Ratih : (tergelincir ke jurang) tolong!tolong! Tolong aku!
Epi : Aduh...gi..mana.. nih...gimana....bagaimana kita menolong ratih ? (Panik)
Loli: Udah jangan dulu panik! Ayo kita cari bantuan!
Yenyen: Ini di hutan nggak ada orang yang bisa membantu kita di sini!
Helena : Anisa, Lisa coba kalian lihat ke sana!
Anisa,Lisa,Helena: (berlari menuju kepada ratih)
Lisa: Ayo sini Ratih pengan tanga aku!
Ratih: Apaan anak ini, nggak level banget deh! (dalam hati)
Helena: Ayo lah Ratih, saat-saat seperti ini nggak usah dulu pikirin masalah kalian!
Lisa: Cepat kamu raih tangan kami! Kamu nggak mau kan mati kan!
Anisa: Benar Ratih, Kata buku di saat kita mengalami suatu musibah, kita harus saling membantu walaupun kita bermusuhan. Jadi, ayo pengan tangan kami!
Ratih : sok tau aja anak-anak ini! Tapi aku juga belum mau mati aku kan belum diwisudah ! ya, udah deh aku terimah bantuan mereka (kata dalam hati)
Lisa : Ayo cepat Ratih!
Ratih (meraih tangan lisa, helena, dan anisa)
Epi: kamu nggak apa-apa kan Ratih?
Ratih: Auw sakit banget! Hihihihi (menahan kesakitan)
Loli : Sini aku bantu!
Yenyen:Tunggu..tunggu... kok kalian ada di sini sih?
Epi: Jangan-jangan kalian ikuti kita ya!
Helena: hehehhehe
Lisa: Bdw, Kamu nggak ngucapin terima kasih ke kita?
Ratih : Aduh.... gimana nih masa aku harus berterima kasih kepada orang-orang nggak level! (kata dalam hati)
Lisa: Kamu tuh jadi orang nggak tahu ucapkan terima kasih, dasar anak manja!
Epi: kok kamu hanya diam sih Ratih!
Loli: Udah...udah....sebelum kalian ribut sebaiknya kita lanjutin perjalanan!
Semua: (melanjuti perjalanan)
Ketujuh sahabat itu pun melanjuti perjalanan ke mata air. Setiap perjalanan mereka selalu mengalami berbagai masalah. Terutama Epi, Ratih, Loli dan Yenyen akan tetapi, mereka selalu di tolong oleh Anisa, Lisa, dan Helena. Mereka masih binggun mengapa orang yang mereka selalu hina mau menolong mereka tanpa balasan. Seribu jalan Yang mereka lalui menuju mata air, tak terasa mereka telah dekat mata air.
Yenyen : Suara apaan nih?
Helena : Seperti suara air
Anisa : Semuanya coba lihat ke sini!
Epi : Apa ini?
Anisa : Kata buku yang pernah aku baca ini adalah bambu yang mengalirkan air dari mata air. Coba kalian lihat airnya sangat bersih.
Yenyen: Itu artinya...........
Semua: mata air sudah dekat (berlari menuju mata air)
Akhirnya seribu perjuangan yang mereka raih untuk menuju mata air itu tidak sia-sia. Tanpa mereka sadari, mereka telah berhasil bekerja sama satu sama lain.
Ratih : Wow... Indah sekali........
Yenyen : Airnya bersih sekali!
Anisa : Kata buk yang pernah aku baca Mata air adalah suatu titik di mana air tanah mengalir keluar dari permukaan tanah, yang berarti dengan sendirinya adalah suatu tempat di mana permukaan muka air tanah (akuifer) bertemu dengan permukaan tanah. Bergantung dengan asupan sumber air seperti hujan atau lelehan salju yang menembus bumi, sebuah mata air bersifat ephemeral (intermiten atau kadang-kadang) atau perennial (terus-menerus).
Epi: coba kalian lihat di sini tidak ada apa-apa selain air dan pohon. Kita datang ke sini untuk mencari tahu apa maksud nenek tadi tapi, di sini nggak ada apa-apa! Percuma kan kita datang jauh-jauh datang ke sini!
Mengigat kejadian nenek tadi
#Nenek : kalian akan merasakan kebersamaan itu di suatu tempat.#
Loli : Apa kalian nggak sadar perkataan nenek tentang kita akan merasakan kebersamaan di suatu tempat!
Semua : (merenung)
Nenek : Cucu akhirnya kalian berhasil menciptakan suatu kebersamaan
Semua : (saling bertatap muka dengan tak mengerti)
Nenek: Apa kalian tak sadar dari perjalanan yang kalian lakukan agar bisa tiba di tempat ini. Perjalanan kalian pasti mengalami berbagai rintangan dan tanpa kalian tahu , kalian bisa melupakan permasalahan, ego kalian masing-masing dan saling membantu satu sama lain. di (lalu nenek berjalan meninggalkan bekas kebinggungan di antara mereka)
Ratih : Eh., Kalian jangan harap kita akan mengucapkan terima kasih kepada kalian!
Lisa : Kami juga nggak butuh ucapan terima kasih dari kalian!
Mereka pun berpisah dari tempat itu
6 bulan kemudian
Di sebuah kafe terkumpul empat sahabat yang sedang menikmati minuman dan sambil bercakap-cakap.
Ratih : kalian masih ingat kejadian 6 bulan lalu ?
Loli: Tentu saja, waktu kita ke hutan dan bertemu sih nenek kan?
Epi: Ooo, iya aku ingat!
Yenyen: Setelah di pikir-pikir ada benarnya juga kata nenek itu bahwa kebersamaan itu banyak manfaatnya.
Rathy: iya, aku rasa bersalah selama ini kepada mereka karena aku sering kasar sama mereka padahal mereka orang yang baik.
Loli: ayo kita minta maaf kepada mereka
Epi: Bagaimana caranya ? sedangkan kita tidak tau dimana mereka sekarang.
Yenyen: kita tulis saja di secarik kertas ini.
Loli: benar, kita berempat tulis isi hati kita di secarik kertas ini.
Mereka berempat menulis rasa penyesalan yang mereka perbuat selama ini kepada Anisa,Helena dan Lisa. Seteleh itu mereka pergi dari cafe itu .
Rathy: percuma kita tulis permintaan maaf kita ini karena kita tidak tau mereka ada dimana, dan mereka pun tak akan tau. ( berjalan sambil mengucak secarik kertas itu dan membuangnya)
Epi: ayo kita pergi!
Helena,Anisa dan lisa berjalan sambil bercakap-cakap , Helena tersandung dan dia menemukan secarik ketas yang terkucak dan ia pun penasaran dengan kertas itu.
Helena : Coba kalian lihat ini.
Lisa : apa helena?
Helena : ini secarik kertas yang terkucak yang aku temukan saat aku tersandung.
Anisa: sini aku yang baca,
Untuk : Anisa, Helena, dan Anisa
Tuhan, tolong sampaikan pada mereka, bahwa aku ingin meminta maaf. sampaikan pada mereka, bahwa apapun yang aku lakukan pada mereka, yang membuat mereka merasa tersakiti, aku ingin meminta maaf pada mereka.
Yenyen
Teringat akan kesalahan ku yang lalu dan tak sengaja kepada kalian, sehingga membuat kalian terluka. Mohon maafkan aku.
Loli
Mungkin ku memang tak tau apa salahku.
Mungkin juga ku memang tak menyadari bahwa ku salah pada kalian.
Atau mungkin ku memang tak mengerti tentang apa yang telah aku lakukan kepada kalian.
Tapi ku minta maaf yang sebesar-besarnya kepada kalian.
Mungkin aku bagaikan seseorang yang dapat melihat semut di lautan, tetapi tak dapat melihat gajah di pelupuk mata.
Epi
Ku termenung mengingat kembali kesalahanku yang lalu, dalam hati kecil ini ada secercah penyesalan yang tak berkesudahan. Apakah kalian mau menerima kata sederhana sebagai wujud penyesalanku ini.Kuharap kalian mau MAAFIN aku.
Ratih
Lisa : Selama ini aku hanya tahu mereka hanya lah anak manja yang kasar tapi, tak tahu hati mereka sangat lebih. Aku sama sekali tak menyangka kalau mereka bisa berpikir begitu.
Anisa : Seperti kata pepata lain di lidah, lain di hati.
Helena : Aku yakin jawaban kalian sama seperti di pikiranku.
L,A,H: (berhadapan dan menunjukkan seulas senyum)
Selesai
Mimpi Untuk Dunia
Matahari terlelap tidur mendakan waktu sudah malam, berganti bulan dikelilingi oleh bintang-bintang yang menari-nari di angkasa. Hari ini tanggal 1 Oktober 2012, empat buah handhope terus berbunyi tepat pukul 00.00 WITA. Satu… Dua… Tiga…. Mimpi untuk dunia….. Itulah suara keempat sahabat berteriak di sebuah perkampungan. Seketika lampu rumah penduduk terus menyala, pintu-pintu terbuka dalam selang waktu yang bersamaan, para lelaki mulai berteriak, mengejar kami bagaikan mengejar maling tertangkap basah.“kabur……” kata Rafli sambil berlari, kamipun segera berlari dengan cepat seperti dikejar hantu mengikuti Rafli dengan ekspresi ketakutan dikejar warga. Waktu itu Ryan yang berbadan besar seketika berlari cepat. Seketika aku, Rafli, Ryan, dan Ridwan terkejut dan tertawa melihat Ryan dapat berlari kencang mengalahkan Rafli yang terkenal dengan larinya yang cepat, tak kami sadari ternyata warga semakin dekat dan satu… Dua… Tiga…. Lari….
Akhirnya kami bebas dari ketakutan dan sampai di Bukit Impian, yah itulah nama yang kami berikan kepada bukit tempat kami berkumpul empat sahabat berbeda mimpi. Sebelum matahari hendak terbangun memberikan sinarnya kami berteriak kepada dunia ini dengan kencang “dunia kau kan kami dapatkan, bintang-bintang kau kan kami genggam, bulan cahayamu kan kami kalahkan karena pemimpi untuk dunia segera datang.” Yah suara yang kami harapkan melaju dengan kecepatan tinggi menjelajahi dunia melalui angin yang tertiup dan terdengar oleh seluruh homo sapiens di dunia ini supaya mereka bersiap melihat empat sahabat menjadi pemimpin dunia. Senyuman manis terus terpancar dari wajah kami, genggaman tangan semakin erat, pelukan sahabat mengahangatkan pori-pori kulit ini.
Saatnya berlari menuruni bukit menuju perkampungan. “Apa yang akan terjadi terhadap kita?” Rafli bertanya kepada kami “memang apa yang akan terjadi?” tanyaku kepada Rafli.
Seketika Rafli menjelaskan “tadi warga mengikuti kita dengan penuh kemarahan karena kita berteriak diwaktu warga tertidur lelap” raut Rafli kebingungan “haha ngapain kita harus takut” jawabku kepada Rafli sambil tersenyum “iya bener tuh paling juga di suruh keliling kampung tujuh kali putaran seperti dulu” jawab Ryan sambil menghela nafas karena lelah berlari tadi “ betul banget, masa empat serangkai ketakutan gini” jawabku “senang,susah kita bersama” Ryan berkata sambil meyakinkan kami.
Akhirnya gerbang desa terlihat mendekat terus mendekat, dan disana sudah ada kepala kampung menunggu dengan para lelaki di belakangnya, “siap-siap deh kita kena marah” Rafli berbisik dengan suara pelan. “Rangga cepat kau maju hadapi Kepala Kampung” tangan teman-temanku mendorong tubuhku yang sedang letih. “iya-iya aku kan maju” jawabku dengan tegas. Yah itulah sensasi dari pemimpin harus maju ketika menghadapi masalah, harus melindungi anggota dan masih banyak lagi. Pertama ku tarik nafas panjang dan mengeluarkan sejuta karbondioksida yang sulit ku hitung, genggaman tanganku semakin kuat, ayo maju Rangga hati ku selalu berkata. Akhirnya ku langkahkan kaki ini menuju kepala kampung. “Pak Agus” suaraku sedikit pelan dengan mata tertunduk kebawah
“Apa yang kau dan teman-temanmu lakukan nak?” Pak Munajat bersuara dengan penuh kebijaksanaan.
Sementara para warga sudah kesal, dan ingin meluapkannya kepada kami. “Kemarin kami merayakan kebersamaan kami di tengah malam, dan maaf kami telah mengganggu ketenangan semua yang telah terlelap dengan nyenyaknya” jawabku sambil menatap dengan penuh keyakinan
“ya sudah kalau memang begitu, kau telah mewakili teman-temanmu untuk meminta maaf, dan kalian tahu kan apa hukuman yang sering kalian lakukan?” jawab kepala kampung, “iya Pak kami sudah tahu mengelilingi kampung sebanyak tujuh putaran” jawabku. “bukan hanya itu kalian harus membersihkan seluruh sampah setiap sore dan berlari tujuh putaran mengeliling kampung selama sebulan” kata Pak Agus “yah ditambah hukumannya, pasti lebih lelah” Ryan berkata sambil melihat Rafli “ah dasar kamu Ryan, biar langsing tuh perut” jawab Rafli sambil tersenyum “baik Pak, kami terima seluruh hukuman itu, dan kepada warga kami mohon maaf atas semua kejahilan kami serta perilaku kami” jawab ku dengan penuh bijaksana. “iya seluruh warga telah memaafkan kalian” jawab Pak Agus sambil menepuk punggunngku. Aku hanya membalasnya dengan sebuah senyuman
Warga pun bubar dari sebuah pengakuan empat sahabat yang telah mengganggu tidur mereka. Kami pun berkumpul kembali, yah terasa lega setelah berakhirnya kejadian tadi. Kami tertawa bersama dan melihat mata kami seperti mata panda karena ada lingkaran hitam tanda kurang tidur. Seketika mulut kami menguap, jalan sudah mau jatuh, mata kami menjadi sipit.“cape banget nih” kata Ryan. Kami tetap menyusuri gang-gang untuk menuju tempat berkumpul kami “iya bener banget tuh, liat mataku sudah tak dapat terbuka dengan stabil” jawab Ridwan sambil jarinya menunjuk kepada matanya. “ah kalian semua payah, liat dong sang pemimpin ini masih sangat tegang” kata Rafli sambil memegang bahuku dan menyentuh kepalaku. “aku memang masih tegang, meskipun kelakuan kita suka buat marah warga tapi baru kali ini kita langsung harus berhadapan dengan Pak Agus” jawab ku sambil menarik nafas. “ah sudah-sudah berhenti nanti kita lama sampai di rumah pohon” jawab Ridwan.
Ridwan adalah orang yang paling bijaksana diantara kami dan perhatian kepada sahabat-sahabatnya
“cie cie sang bijak mulai berkata” kata Ryan sambil menggoda Ridwan. Akhirnya kami sampai dan empat buah bantal mulai berserakan di rumah pohon. Penat ini ingin segera terhilangkan, matahari semakin menantang dengan cahayanya yang terus naik ke tengah-tengah langit. Namun karena lelah sekali kami masih memaafkan mu matahari dan tertidur dengan pulas untuk mengisi amunisi supaya tidak lelah harus melakukan hukuman nanti.
Suara detik waktu terus terdengar namun bukan suara jam yang membangunkan ku, handphone pun bukan, tapi duet nyanyian ngorok Ryan dan Rafli. Yah seolah menonton konser K-POP di Gelora Bung Karno. Nada rendah Ryan di balas nada tinggi Rafli, mereka berdua sudah kayak 2 Mega Stars di konser yang satu tiketnya 200 juta. Akhirnya Riswan dan aku pun terbangun dengan mata yang masih ngantuk. “Aduh 2 orang ini tidur kayak konser” Ridwan berkata dengan kesalnya
“gimana kalau kita kerjain?” saranku kepada Ridwan. “ah aku setuju banget. kasih aja garam trus tempelin di bibir mereka.” Ridwan memberikan idenya “ok, aku ambil dulu garamnya.”
Aku dan Ridwan sudah menahan tawa ketika hendak memberikan garam pada bibir 2 Mega Star ngorok itu. Aku mengoleskan garam kepada Ryan dan Ridwan kepada Rafli. Seketika mereka terbangun dari tidurnya dan mengejar kami sambil mengucapkan kata-kata dengan tak jelas kami dengar. Berlari dengan kencang, melaju seperti kuda yang berlari di padang rumput. Namun sekencang kami berlari, Rafli yang baru terbangun lebih kencang larinya dari pada kami. Hap, tertangkaplah Ridwan oleh pelukan keras Rafli.
Seketika aku tertawa melihat Ridwan yang akan mendapatkan balasan dari Rafli. Lari, lari dan berlari itulah yang aku lakukan diikuti Ryan dan Rafli. Ketika aku menengok kebelakang ternyata hanya ada Ryan yang berlari penuh keringat yang keluar dari seluruh tubuhnya. Aku hanya bisa tertawa dengan sedikit memelankan kecepatan lariku. Ketika aku menengok kedepan ternyata sudah ada Rafli bersiap menangkapku. Tak ada cara untuk aku keluar dari tekanan mereka selain terbang keatas, namun aku tak punya sayap, bahkan aku tak menyangka Rafli dengan kecerdikannya membuat aku terkejut. Hap aku tertangkap oleh Rafli dan Ryan. Aku pun diseret mendekati Ridwan yang sebelumnya ditangkap oleh Rafli, meskipun merasa bersalah tapi kami ingin terus tersenyum mengingat ekspresi mereka ketika menjilat garam yang kami oleskan.
Tibalah kami di sebuah sungai yang bersih dan warna yang jernih. Matahari terus menantang dengan cahaya yang sangat panas dan berada diatas kepala kami. Blubuk blubuk blubuk seperti suara air dalam aquarium ikan, itulah suara air disaat aku dan Ridwan masuk kedalamnya. Rafly dan Ryan tertawa dengan keras melihat kami basah kuyup.Mereka pun menarik tangan kami dan mengembalikan kami ke darat dengan seluruh tubuh di basahi air sungai. Kami pun ingin balas dendam kepada mereka.Dengan saling menatap dan terseyum aku dan Ridwan menarik tangan mereka dengan waktu yang bersamaan. Akhirnya kami sang Pemimpi untuk Dunia tercebur ke dalam sungai dengan bersama-sama. “ber…. seger banget” Rafli berkata sambil kedinginan. “ayo kita pulang perutku sudah dangdutan”kata Ryan sambil memegang perutnya
“ah dasar kau Ryan, perut mulu yang di pikirin aku juga lapar ayo kita pulang” balasan Rafli sambil tersenyum atas ajakan. “sudah-sudah jangan banyak bicara, kita cepat pulang saja lalu makan dirumah masing-masing dan nanti sore jangan lupa kita berkumpul di balai RW” Ridwan berkata
“siap” kami berkata dengan kencang dan berbarengan sambil mengangkat tangan seperti hormat kepada Sang Merah Putih. “satu… dua…. tiga…” aku memberikan aba-aba untuk pulang.
2 jam sudah kami beristirahat, dan harus berkumpul di balai RW. Sesampainya aku di balai RW, ternyata belum ada seorangpun temanku yang sudah sampai. Aku pun hanya menunggu di teras balai RW menunggu teman-teman datang dan melakukan hukuman yang diberikan. Tiba-tiba Pak Agus datang bersama Rafli dan berkata. “kau sudah lama disini?” Rafli bertanya kepadaku, “iya aku sudah 20 menit menunggu di teras” jawabku, “Keluargamu tidak memberitahumu?” Tanya Pak Agus dengan seriusnya. “tadi ketika aku selesai mandi ibuku pergi dengan terburu-buru menuju rumah tetangga dan aku tak tahu siapa tetangga yang akan dia datangi” penjelasanku.
Rafli tiba-tiba mengeluarkan air mata dan memelukku dengan erat. Dengan suara pelan Rafli membisikkan kata kepadaku “Ridwan telah meninggal” itu kata yang terucap dari bibir Rafli
Seketika tubuh ini lemas seolah tulang-tulang tak menegakkan badan ini. Akupun menangis dipelukan Fahma. Aku teringat kenangan-kenangan bersama Ridwan sang pemimpi yang bijak itu, dan air mataku pun turun membasahi baju Rafli. Pak Agus pun mengajakku untuk bertemu dengan Ridwan untuk yang terakhir kalinya. Tapi rasa tak percaya masih terus berkata dalam hatiku namun semua itu terjawab ketika di gang menuju rumah Ridwan terdapat bendera kuning. Rasa tak percaya ditinggalkan sahabat secepat ini membuatku hanya bisa terdiam melihat rumah Ridwan dan terpaku sambil memegang pagar itulah yang bisa kulakukan. Ryan telah ada dirumah duka berdiam di pojok rumah sambil menangis bagaikan air terjun.
Bau kamperpun terus menusuk di lubang hidung ini, namun itulah wangi terakhir dari Ridwan.
“ayo kita menemui Ridwan” kata Rafli. “iya mungkin dia sudah rindu ingin bertemu kita sebelum dia pergi” jawab Ryan sambil menahan tangis. Kami pun pergi melihat Ridwan dan menangis sambil mengatakan apa saja yang harus dia dengar dari mulut sahabatnya. Sampai akhirnya Ridwan dimakamkan kami terus mengantarkannya mengiringi jalan-jalan dunia yang terakhir kali dia akan lewati. Butir-butir tanah terus berjatuhan begitu pula air mata kami terus mengalir bersamaan. Rafli dan Ryan pun memutuskan untuk bertemu dengan keluarga Ridwan dan berbincang-bincang sekedar menghilangkan rasa sedih ini. Sedangkan, aku pergi ke bukit impian menaiki rumah pohon yang kami buat bersama walaupun rumah pohon ini kecil tapi tempat ini adalah tempat berkumpul empat sahabat. Aku duduk di pojok rumah pohon, dengan tatapan hampa, kosong, merawang jauh, peninggalan Ridwan sangat sulit bagiku. Butir-butiran air mataku menyentuh pipihku, saat aku mengigat kenangan bersama Ridwan sang pemimpi bijak, air mataku semakin deras bagaikan air terjun yang berderas dengan kuat tapi, aku menghapus butir-butiran air mataku dan berusaha tegar.
Kini bukit Impian telah kehilangan seorang pemimpi yang ingin menjadi psikolog untuk memperbaiki moral bangsa yang sekarang telah kembali untuk pulang bertemu dengan sang pencipta. Teriakan kemarin adalah teriakan terakhir empat pemimpi namun bukan akhir dari teriakan tiga pemimpi yang masih mencoba untuk tetap melaju pada impian masing-masing, Sebuah pelajaran hidup yang selalu Ridwan ajarkan akan menjadi sebuah kisah klasik untuk di kenang dan di bangga-banggakan di masa depan.
Lima tahun berlalu sekarang adalah tahun 2017 tepat tanggal 1 Oktober, tiga pemimpi datang lagi ke bukit Impian untuk melihat apakah mereka telah mendapatkan mimpi-mimpi mereka. Berjalanlah kami menyusuri jalanan yang masih berupa tanah yang sama seperti dulu menggenggam tangan, bercanda sebentar dan berlari saling mengejar untuk mengenang masa lalu. Meskipun ada yang kurang tapi kami yakin Ridwan telah meraih mimpinya yang mungkin tak pernah kami tahu apa mimpi itu. Botol-botol yang tergantung di batang pohon mendekat dan terus mendekat, tulisan yang tertempel pun terus mendekat.
Satu orang mengambil satu botol dan kertas untuk membacakan mimpi-mimpi untuk dunia yang di tulis lima tahun yang lalu. “hom pim pah layum gambreng ma ijah pake baju rombeng” ucapan kami.
Akhirnya aku mendapat giliran pertama, aku boleh membawa 2 botol dan 2 kertas. Rafli mendapat giliran kedua, dan Ryan mendapat giliran terakhir. “cap cip cup kembang kuncup” kataku sambil menunjuk dengan jariku. “kau seperti anak kecil pak Presiden” saut Ryan sambil tertawa “haha ayolah cepat ambil dan berdiri di belakang” Kata Rafli. “waw karena seorang pelari tingkat dunia jadi ingin cepat-cepat?” kata Ryan, “sudah-sudah ayo cepat” kataku. Segeralah aku mengambil, kemudian dilanjutkan oleh teman-teman yang lain. Impian-impian itu telah ada di tangan saatnya membacakan “mimpiku yang pertama ingin menjadi seorang pelari tingkat dunia yang mendapat banyak gelar dan penghargaan, yang kedua mendirikan sekolah pelari tingkat internasional di Indonesia, yang ketiga aku berharap keluargaku bangga akan diriku, yang keempat aku ingin bersama sahabat-sahabatku dan berkumpul lagi di bukit ini, yang kelima semoga saja pohon ini tak ada yang menebang dan mimpi-mimpiku yang lain tak akan ku beritahu kepada kalian hahahaha” mimpi Rafli yang dibacakan oleh Ryan. “mimpiku yang pertama ingin menjadi seorang pengusaha yang berhasil meraih banyak penghargaan dan membantu orang-orang yang kesusahan, yang kedua aku ingin kuliah jurusan ekonomi di luar negeri, yang ketiga aku ingin memberikan sebuah mobil untuk Bapak dan Ibu, yang keempat dan seterusnya aku tak mau memberi tahu kepada kalian ini rahasia” mimpiku yang dibacakan Rafli. “mimpiku menjadi seorang ilmuwan di bidang biologi, aku ingin memiliki laboratorium sendiri, terkenal di dunia, aku ingin sekolah ke luar negeri, mendirikan rumah sakit, mimpi yang lainnya nanti menyusul hahaha” mimpi Ryan yang dibacakan olehku.
Seluruh mimpi itu membuat kami tertawa karena lanjutan di dalam mimpi itu kami saling merahasiakan. Namun tersisa satu kertas mimpi di tanganku, mereka langsung melihat kertas yang masih tergulung itu. Rasa penasaran seakan tergurat dari wajah kami dan siap menerima semua yang dimimpikan oleh Ridwan sahabat yang telah pergi. Akupun membacakan isi mimpi itu.
“mimpiku yang pertama aku ingin menjadi orang yang hidup lebih lama di dunia ini menemani keluargaku dengan senyumanku, yang kedua aku ingin jujur kepada sahabat-sahabatku bahwa aku terkena penyakit mematikan tapi semua itu sulit di wujudkan aku tak ingin melihat binar mata mereka menjadi mata yang berkaca-kaca, yang ketiga aku ingin sahabatku bangga karena telah mengenalku, yang keempat aku ingin mewarnai dunia dengan mimpi-mimpi dan harapanku dan yang terakhir aku mohon jangan panggil namaku sekarang” mimpi Ridwan yang dibacakan olehku dengan menahan air mata.
Raut wajah menangis terus terpancar dari wajah kami. Tak di sangka si bijak yang pandai memaknai hidup ternyata dia menghadapi hal yang sulit. Waktu itu Ridwan wajahnya semakin pucat kami hanya selalu menganggap bahwa dia berubah menjadi pipi susu ternyata itu adalah penurunan kondisinya. Kami termenung terdiam dan mengeluarkan air mata. Ryan berdiri dan berkata “dia sahabat yang baik” “ayo kita alirkan mimpi-mimpi dalam botol ini nanti botol ini akan berlabuh di suatu tempat yang kita sendiri tak tahu tempat itu dimana dan tancapkan kertas-kertas mimpi di pohon impian” Rafli berkata, “ayo kita ke sungai tempat terakhir kita bercanda lima tahun yang lalu bersama Ridwan” kataku sambil mengajak sahabat-sahabatku.
Sebelum kami pergi ke sungai, kami menancapkan mimpi kertas itu di pohon impian yang abadi. Berlari dengan penuh semangat saling adu cepat menuju sungai tempat terakhir bercanda bersama Ridwan. Semakin mendekat dan terus mendekat ke sungai penuh kenangan klasik semakin bercucuran air mata. Akhirnya kami sampai dan langsung masuk kesungai itu, mengenang masa lalu bersama Faisal dan dengan sekuat tenaga melemparkan botol impian ini untuk melaju di mimpi yang sulit namun harus pasti bisa dilalui. Badan kami semuanya basah namun kami masih ingin berenang disini dan berkata dengan sekeras mungkin “mimpi untuk dunia” kami berkata sambil tersenyum bangga.
Akhirnya kami bebas dari ketakutan dan sampai di Bukit Impian, yah itulah nama yang kami berikan kepada bukit tempat kami berkumpul empat sahabat berbeda mimpi. Sebelum matahari hendak terbangun memberikan sinarnya kami berteriak kepada dunia ini dengan kencang “dunia kau kan kami dapatkan, bintang-bintang kau kan kami genggam, bulan cahayamu kan kami kalahkan karena pemimpi untuk dunia segera datang.” Yah suara yang kami harapkan melaju dengan kecepatan tinggi menjelajahi dunia melalui angin yang tertiup dan terdengar oleh seluruh homo sapiens di dunia ini supaya mereka bersiap melihat empat sahabat menjadi pemimpin dunia. Senyuman manis terus terpancar dari wajah kami, genggaman tangan semakin erat, pelukan sahabat mengahangatkan pori-pori kulit ini.
Saatnya berlari menuruni bukit menuju perkampungan. “Apa yang akan terjadi terhadap kita?” Rafli bertanya kepada kami “memang apa yang akan terjadi?” tanyaku kepada Rafli.
Seketika Rafli menjelaskan “tadi warga mengikuti kita dengan penuh kemarahan karena kita berteriak diwaktu warga tertidur lelap” raut Rafli kebingungan “haha ngapain kita harus takut” jawabku kepada Rafli sambil tersenyum “iya bener tuh paling juga di suruh keliling kampung tujuh kali putaran seperti dulu” jawab Ryan sambil menghela nafas karena lelah berlari tadi “ betul banget, masa empat serangkai ketakutan gini” jawabku “senang,susah kita bersama” Ryan berkata sambil meyakinkan kami.
Akhirnya gerbang desa terlihat mendekat terus mendekat, dan disana sudah ada kepala kampung menunggu dengan para lelaki di belakangnya, “siap-siap deh kita kena marah” Rafli berbisik dengan suara pelan. “Rangga cepat kau maju hadapi Kepala Kampung” tangan teman-temanku mendorong tubuhku yang sedang letih. “iya-iya aku kan maju” jawabku dengan tegas. Yah itulah sensasi dari pemimpin harus maju ketika menghadapi masalah, harus melindungi anggota dan masih banyak lagi. Pertama ku tarik nafas panjang dan mengeluarkan sejuta karbondioksida yang sulit ku hitung, genggaman tanganku semakin kuat, ayo maju Rangga hati ku selalu berkata. Akhirnya ku langkahkan kaki ini menuju kepala kampung. “Pak Agus” suaraku sedikit pelan dengan mata tertunduk kebawah
“Apa yang kau dan teman-temanmu lakukan nak?” Pak Munajat bersuara dengan penuh kebijaksanaan.
Sementara para warga sudah kesal, dan ingin meluapkannya kepada kami. “Kemarin kami merayakan kebersamaan kami di tengah malam, dan maaf kami telah mengganggu ketenangan semua yang telah terlelap dengan nyenyaknya” jawabku sambil menatap dengan penuh keyakinan
“ya sudah kalau memang begitu, kau telah mewakili teman-temanmu untuk meminta maaf, dan kalian tahu kan apa hukuman yang sering kalian lakukan?” jawab kepala kampung, “iya Pak kami sudah tahu mengelilingi kampung sebanyak tujuh putaran” jawabku. “bukan hanya itu kalian harus membersihkan seluruh sampah setiap sore dan berlari tujuh putaran mengeliling kampung selama sebulan” kata Pak Agus “yah ditambah hukumannya, pasti lebih lelah” Ryan berkata sambil melihat Rafli “ah dasar kamu Ryan, biar langsing tuh perut” jawab Rafli sambil tersenyum “baik Pak, kami terima seluruh hukuman itu, dan kepada warga kami mohon maaf atas semua kejahilan kami serta perilaku kami” jawab ku dengan penuh bijaksana. “iya seluruh warga telah memaafkan kalian” jawab Pak Agus sambil menepuk punggunngku. Aku hanya membalasnya dengan sebuah senyuman
Warga pun bubar dari sebuah pengakuan empat sahabat yang telah mengganggu tidur mereka. Kami pun berkumpul kembali, yah terasa lega setelah berakhirnya kejadian tadi. Kami tertawa bersama dan melihat mata kami seperti mata panda karena ada lingkaran hitam tanda kurang tidur. Seketika mulut kami menguap, jalan sudah mau jatuh, mata kami menjadi sipit.“cape banget nih” kata Ryan. Kami tetap menyusuri gang-gang untuk menuju tempat berkumpul kami “iya bener banget tuh, liat mataku sudah tak dapat terbuka dengan stabil” jawab Ridwan sambil jarinya menunjuk kepada matanya. “ah kalian semua payah, liat dong sang pemimpin ini masih sangat tegang” kata Rafli sambil memegang bahuku dan menyentuh kepalaku. “aku memang masih tegang, meskipun kelakuan kita suka buat marah warga tapi baru kali ini kita langsung harus berhadapan dengan Pak Agus” jawab ku sambil menarik nafas. “ah sudah-sudah berhenti nanti kita lama sampai di rumah pohon” jawab Ridwan.
Ridwan adalah orang yang paling bijaksana diantara kami dan perhatian kepada sahabat-sahabatnya
“cie cie sang bijak mulai berkata” kata Ryan sambil menggoda Ridwan. Akhirnya kami sampai dan empat buah bantal mulai berserakan di rumah pohon. Penat ini ingin segera terhilangkan, matahari semakin menantang dengan cahayanya yang terus naik ke tengah-tengah langit. Namun karena lelah sekali kami masih memaafkan mu matahari dan tertidur dengan pulas untuk mengisi amunisi supaya tidak lelah harus melakukan hukuman nanti.
Suara detik waktu terus terdengar namun bukan suara jam yang membangunkan ku, handphone pun bukan, tapi duet nyanyian ngorok Ryan dan Rafli. Yah seolah menonton konser K-POP di Gelora Bung Karno. Nada rendah Ryan di balas nada tinggi Rafli, mereka berdua sudah kayak 2 Mega Stars di konser yang satu tiketnya 200 juta. Akhirnya Riswan dan aku pun terbangun dengan mata yang masih ngantuk. “Aduh 2 orang ini tidur kayak konser” Ridwan berkata dengan kesalnya
“gimana kalau kita kerjain?” saranku kepada Ridwan. “ah aku setuju banget. kasih aja garam trus tempelin di bibir mereka.” Ridwan memberikan idenya “ok, aku ambil dulu garamnya.”
Aku dan Ridwan sudah menahan tawa ketika hendak memberikan garam pada bibir 2 Mega Star ngorok itu. Aku mengoleskan garam kepada Ryan dan Ridwan kepada Rafli. Seketika mereka terbangun dari tidurnya dan mengejar kami sambil mengucapkan kata-kata dengan tak jelas kami dengar. Berlari dengan kencang, melaju seperti kuda yang berlari di padang rumput. Namun sekencang kami berlari, Rafli yang baru terbangun lebih kencang larinya dari pada kami. Hap, tertangkaplah Ridwan oleh pelukan keras Rafli.
Seketika aku tertawa melihat Ridwan yang akan mendapatkan balasan dari Rafli. Lari, lari dan berlari itulah yang aku lakukan diikuti Ryan dan Rafli. Ketika aku menengok kebelakang ternyata hanya ada Ryan yang berlari penuh keringat yang keluar dari seluruh tubuhnya. Aku hanya bisa tertawa dengan sedikit memelankan kecepatan lariku. Ketika aku menengok kedepan ternyata sudah ada Rafli bersiap menangkapku. Tak ada cara untuk aku keluar dari tekanan mereka selain terbang keatas, namun aku tak punya sayap, bahkan aku tak menyangka Rafli dengan kecerdikannya membuat aku terkejut. Hap aku tertangkap oleh Rafli dan Ryan. Aku pun diseret mendekati Ridwan yang sebelumnya ditangkap oleh Rafli, meskipun merasa bersalah tapi kami ingin terus tersenyum mengingat ekspresi mereka ketika menjilat garam yang kami oleskan.
Tibalah kami di sebuah sungai yang bersih dan warna yang jernih. Matahari terus menantang dengan cahaya yang sangat panas dan berada diatas kepala kami. Blubuk blubuk blubuk seperti suara air dalam aquarium ikan, itulah suara air disaat aku dan Ridwan masuk kedalamnya. Rafly dan Ryan tertawa dengan keras melihat kami basah kuyup.Mereka pun menarik tangan kami dan mengembalikan kami ke darat dengan seluruh tubuh di basahi air sungai. Kami pun ingin balas dendam kepada mereka.Dengan saling menatap dan terseyum aku dan Ridwan menarik tangan mereka dengan waktu yang bersamaan. Akhirnya kami sang Pemimpi untuk Dunia tercebur ke dalam sungai dengan bersama-sama. “ber…. seger banget” Rafli berkata sambil kedinginan. “ayo kita pulang perutku sudah dangdutan”kata Ryan sambil memegang perutnya
“ah dasar kau Ryan, perut mulu yang di pikirin aku juga lapar ayo kita pulang” balasan Rafli sambil tersenyum atas ajakan. “sudah-sudah jangan banyak bicara, kita cepat pulang saja lalu makan dirumah masing-masing dan nanti sore jangan lupa kita berkumpul di balai RW” Ridwan berkata
“siap” kami berkata dengan kencang dan berbarengan sambil mengangkat tangan seperti hormat kepada Sang Merah Putih. “satu… dua…. tiga…” aku memberikan aba-aba untuk pulang.
2 jam sudah kami beristirahat, dan harus berkumpul di balai RW. Sesampainya aku di balai RW, ternyata belum ada seorangpun temanku yang sudah sampai. Aku pun hanya menunggu di teras balai RW menunggu teman-teman datang dan melakukan hukuman yang diberikan. Tiba-tiba Pak Agus datang bersama Rafli dan berkata. “kau sudah lama disini?” Rafli bertanya kepadaku, “iya aku sudah 20 menit menunggu di teras” jawabku, “Keluargamu tidak memberitahumu?” Tanya Pak Agus dengan seriusnya. “tadi ketika aku selesai mandi ibuku pergi dengan terburu-buru menuju rumah tetangga dan aku tak tahu siapa tetangga yang akan dia datangi” penjelasanku.
Rafli tiba-tiba mengeluarkan air mata dan memelukku dengan erat. Dengan suara pelan Rafli membisikkan kata kepadaku “Ridwan telah meninggal” itu kata yang terucap dari bibir Rafli
Seketika tubuh ini lemas seolah tulang-tulang tak menegakkan badan ini. Akupun menangis dipelukan Fahma. Aku teringat kenangan-kenangan bersama Ridwan sang pemimpi yang bijak itu, dan air mataku pun turun membasahi baju Rafli. Pak Agus pun mengajakku untuk bertemu dengan Ridwan untuk yang terakhir kalinya. Tapi rasa tak percaya masih terus berkata dalam hatiku namun semua itu terjawab ketika di gang menuju rumah Ridwan terdapat bendera kuning. Rasa tak percaya ditinggalkan sahabat secepat ini membuatku hanya bisa terdiam melihat rumah Ridwan dan terpaku sambil memegang pagar itulah yang bisa kulakukan. Ryan telah ada dirumah duka berdiam di pojok rumah sambil menangis bagaikan air terjun.
Bau kamperpun terus menusuk di lubang hidung ini, namun itulah wangi terakhir dari Ridwan.
“ayo kita menemui Ridwan” kata Rafli. “iya mungkin dia sudah rindu ingin bertemu kita sebelum dia pergi” jawab Ryan sambil menahan tangis. Kami pun pergi melihat Ridwan dan menangis sambil mengatakan apa saja yang harus dia dengar dari mulut sahabatnya. Sampai akhirnya Ridwan dimakamkan kami terus mengantarkannya mengiringi jalan-jalan dunia yang terakhir kali dia akan lewati. Butir-butir tanah terus berjatuhan begitu pula air mata kami terus mengalir bersamaan. Rafli dan Ryan pun memutuskan untuk bertemu dengan keluarga Ridwan dan berbincang-bincang sekedar menghilangkan rasa sedih ini. Sedangkan, aku pergi ke bukit impian menaiki rumah pohon yang kami buat bersama walaupun rumah pohon ini kecil tapi tempat ini adalah tempat berkumpul empat sahabat. Aku duduk di pojok rumah pohon, dengan tatapan hampa, kosong, merawang jauh, peninggalan Ridwan sangat sulit bagiku. Butir-butiran air mataku menyentuh pipihku, saat aku mengigat kenangan bersama Ridwan sang pemimpi bijak, air mataku semakin deras bagaikan air terjun yang berderas dengan kuat tapi, aku menghapus butir-butiran air mataku dan berusaha tegar.
Kini bukit Impian telah kehilangan seorang pemimpi yang ingin menjadi psikolog untuk memperbaiki moral bangsa yang sekarang telah kembali untuk pulang bertemu dengan sang pencipta. Teriakan kemarin adalah teriakan terakhir empat pemimpi namun bukan akhir dari teriakan tiga pemimpi yang masih mencoba untuk tetap melaju pada impian masing-masing, Sebuah pelajaran hidup yang selalu Ridwan ajarkan akan menjadi sebuah kisah klasik untuk di kenang dan di bangga-banggakan di masa depan.
Lima tahun berlalu sekarang adalah tahun 2017 tepat tanggal 1 Oktober, tiga pemimpi datang lagi ke bukit Impian untuk melihat apakah mereka telah mendapatkan mimpi-mimpi mereka. Berjalanlah kami menyusuri jalanan yang masih berupa tanah yang sama seperti dulu menggenggam tangan, bercanda sebentar dan berlari saling mengejar untuk mengenang masa lalu. Meskipun ada yang kurang tapi kami yakin Ridwan telah meraih mimpinya yang mungkin tak pernah kami tahu apa mimpi itu. Botol-botol yang tergantung di batang pohon mendekat dan terus mendekat, tulisan yang tertempel pun terus mendekat.
Satu orang mengambil satu botol dan kertas untuk membacakan mimpi-mimpi untuk dunia yang di tulis lima tahun yang lalu. “hom pim pah layum gambreng ma ijah pake baju rombeng” ucapan kami.
Akhirnya aku mendapat giliran pertama, aku boleh membawa 2 botol dan 2 kertas. Rafli mendapat giliran kedua, dan Ryan mendapat giliran terakhir. “cap cip cup kembang kuncup” kataku sambil menunjuk dengan jariku. “kau seperti anak kecil pak Presiden” saut Ryan sambil tertawa “haha ayolah cepat ambil dan berdiri di belakang” Kata Rafli. “waw karena seorang pelari tingkat dunia jadi ingin cepat-cepat?” kata Ryan, “sudah-sudah ayo cepat” kataku. Segeralah aku mengambil, kemudian dilanjutkan oleh teman-teman yang lain. Impian-impian itu telah ada di tangan saatnya membacakan “mimpiku yang pertama ingin menjadi seorang pelari tingkat dunia yang mendapat banyak gelar dan penghargaan, yang kedua mendirikan sekolah pelari tingkat internasional di Indonesia, yang ketiga aku berharap keluargaku bangga akan diriku, yang keempat aku ingin bersama sahabat-sahabatku dan berkumpul lagi di bukit ini, yang kelima semoga saja pohon ini tak ada yang menebang dan mimpi-mimpiku yang lain tak akan ku beritahu kepada kalian hahahaha” mimpi Rafli yang dibacakan oleh Ryan. “mimpiku yang pertama ingin menjadi seorang pengusaha yang berhasil meraih banyak penghargaan dan membantu orang-orang yang kesusahan, yang kedua aku ingin kuliah jurusan ekonomi di luar negeri, yang ketiga aku ingin memberikan sebuah mobil untuk Bapak dan Ibu, yang keempat dan seterusnya aku tak mau memberi tahu kepada kalian ini rahasia” mimpiku yang dibacakan Rafli. “mimpiku menjadi seorang ilmuwan di bidang biologi, aku ingin memiliki laboratorium sendiri, terkenal di dunia, aku ingin sekolah ke luar negeri, mendirikan rumah sakit, mimpi yang lainnya nanti menyusul hahaha” mimpi Ryan yang dibacakan olehku.
Seluruh mimpi itu membuat kami tertawa karena lanjutan di dalam mimpi itu kami saling merahasiakan. Namun tersisa satu kertas mimpi di tanganku, mereka langsung melihat kertas yang masih tergulung itu. Rasa penasaran seakan tergurat dari wajah kami dan siap menerima semua yang dimimpikan oleh Ridwan sahabat yang telah pergi. Akupun membacakan isi mimpi itu.
“mimpiku yang pertama aku ingin menjadi orang yang hidup lebih lama di dunia ini menemani keluargaku dengan senyumanku, yang kedua aku ingin jujur kepada sahabat-sahabatku bahwa aku terkena penyakit mematikan tapi semua itu sulit di wujudkan aku tak ingin melihat binar mata mereka menjadi mata yang berkaca-kaca, yang ketiga aku ingin sahabatku bangga karena telah mengenalku, yang keempat aku ingin mewarnai dunia dengan mimpi-mimpi dan harapanku dan yang terakhir aku mohon jangan panggil namaku sekarang” mimpi Ridwan yang dibacakan olehku dengan menahan air mata.
Raut wajah menangis terus terpancar dari wajah kami. Tak di sangka si bijak yang pandai memaknai hidup ternyata dia menghadapi hal yang sulit. Waktu itu Ridwan wajahnya semakin pucat kami hanya selalu menganggap bahwa dia berubah menjadi pipi susu ternyata itu adalah penurunan kondisinya. Kami termenung terdiam dan mengeluarkan air mata. Ryan berdiri dan berkata “dia sahabat yang baik” “ayo kita alirkan mimpi-mimpi dalam botol ini nanti botol ini akan berlabuh di suatu tempat yang kita sendiri tak tahu tempat itu dimana dan tancapkan kertas-kertas mimpi di pohon impian” Rafli berkata, “ayo kita ke sungai tempat terakhir kita bercanda lima tahun yang lalu bersama Ridwan” kataku sambil mengajak sahabat-sahabatku.
Sebelum kami pergi ke sungai, kami menancapkan mimpi kertas itu di pohon impian yang abadi. Berlari dengan penuh semangat saling adu cepat menuju sungai tempat terakhir bercanda bersama Ridwan. Semakin mendekat dan terus mendekat ke sungai penuh kenangan klasik semakin bercucuran air mata. Akhirnya kami sampai dan langsung masuk kesungai itu, mengenang masa lalu bersama Faisal dan dengan sekuat tenaga melemparkan botol impian ini untuk melaju di mimpi yang sulit namun harus pasti bisa dilalui. Badan kami semuanya basah namun kami masih ingin berenang disini dan berkata dengan sekeras mungkin “mimpi untuk dunia” kami berkata sambil tersenyum bangga.
Model Tren Baju Korea
Populernya K-POP dan drama-drama korea di Indonesia ternyata memberi dampak juga pada selera fashion dan pakaian remaja. Kini mereka begitu menggilai baju-baju korea karena modelnya yang trendy serta warna-warna cerah dan corak yang sesuai dengan selera muda yang sangat dinamis.
Sangat tidak mengherankan bila para remaja yang merupakan customer potensial akan baju Korea ini akan merasa ada yang kurang bila tidak mengenakan baju Korea keluaran terbaru. Selain modelnya yang "remaja banget", Baju Korea ini memang sangat happening di kalangan remaja saat ini. Hal ini mengakibatkan segala sesuatu yang berasal dari Korea seperti drama Korea, Boy band Korea, atau bahkan asesoris Korea juga banyak digemari disini.
Entah mengapa baju Korea lebih banyak digemari disini padahal baju-baju dari Jepang dengan model Harajuku juga tidak kalah menarik. Mungkin faktor harga juga mempengaruhi. Karena baju buatan jepang harganya masih lebih mahal bila dibandingkan dengan baju Korea. walaupun bila dilihat dari bahan yang digunakan, juga terdapat perbedaan kualitas bahan dari kedua jenis fashion tersebut.
jadi buat anda yang Korea Style bisa menyimak trend baju korea cewek cowok yang terbaru di bawah ini.
Trend Model Baju Korea Cewek Terbaru :
Trend Model Baju Korea Cowok Terbaru :
Nah, seperti inilah Model Baju Trend Korea Terbaru
Langganan:
Postingan (Atom)